Elohim yang Mensucikan
Oleh Rizaldi Dolly
Hari menjelang pagi ketika runutan kata berlabuh dari sepuluh jemari
Bagaimanapun juga, detik terus mengintai seperti derap langkah dua kaki
Sepasang bola mata yang sebenarnya sudah setengah tumbang, masih memberanikan diri menyusuri kembali aliran sungai yang bermuara entah dimana atau kemana
Maka dilarungkannya sebuah kapal kecil dari kertas putih
Yang atas ‘restu’ arus, kapal kertas dengan heroik menghantam bebatuan di kiri kanan
Lalu tersebutlah bilangan-bilangan, mengenai jenjang waktu yang sudah direngkuh
Dan masih jauh dari hari yang berpulang, ditengah-tengah waktu yang berjalan, hakikat menampakkan kekuasaannya
Sehebat apapun ‘kapal’ itu. Sejatinya ia tetaplah dari kertas, bukan dari pepohonan yang dipotong menjadi kayu
Maka karamlah ia tepat di dua persimpangan arus sungai
Belum sempat ditentukan arus, ke kiri kah? Ke kanan kah?
Bukan juga semampai durja meliputi wajah sang nahkoda
Melainkan ketulusan dan impian tak ikut pupus tenggelam
Hari ini ia menemukan pembelajaran
Bukan tentang yang terlihatlah yang dicintai Elohim
Tapi sepucuk rasa cinta yang disisipkan ketika melipat kertas menjadi kapal
Ada haru yang kemudian membumbung dan menguap ke atas
Sedang gumpalan awan cerah mengira itu adalah embun yang harus diserap
Maka mendunglah langit, hujan menutupi tangis supaya tak ada yang menyangka si tangguh itu ternyata bisa menangis
“Elohim Mekaddishkem”, katanya yang dengan gelagapan mengusap air matanya
‘Tuhan yang mensucikan’
Baca Juga: I Cri