Demi Tanah
Oleh A. Azam Yasir
Menawan yang Menerpa
Menawan,
Begitulah manusia memujaku
tanpa tau asalku darimana
bagaimana aku bisa hadir di sini
di ujung sebuah gerbang, bertuliskan gelap.
Mereka mananti-nanti diriku tiba setiap sore.
Ketika aku hadir, manusia hanya memotret.
Menjadikannya bahan rayuan,
diubahnya keindahanku menjadi sebuah tangis.
Tangan-tangan pun mulai bergandengan,
bibir-bibir saling berdzikir
suhu yang meningkat di ujung ubun
mendidih, hingga meluber membasahi pipi yang memerah.
Dan sunyi pun tiba,
Merangkak dari palung rindu paling curam. Jangan sembunyi terlalu dalam puan,
merintih dari kejaran sepi yang kadang-kadang bangsat.
Barangkali di setiap kesedihannya,
hening diam-diam menikahkan kita,
dengan mahar seperangkat rindu yang paling riuh di dada.
Rahim Batu
Dan cinta itu pun lahir,
dari rahim batu yang bersembunyi dari matahari
dalam kelam jauh di dasar sungai penuh ranjau
menelanjangi gelisah yang tak kunjung pasrah
Sebuah rahasia yang terlanjur lebur menjadi bubur
termakan resah akan sebuah makna kata pisah
dan lelaki itu pun duduk,
di atas genteng tetangga sembari melukis wajahnya
Lubang yang bertahun-tahun ia tutupi pun sirna,
dihantam banjir bandang di pertengahan syawal
membawa seperangkat alat bunuh diri
bermahar hati yang penuh tusukan bersimbah air mata
Di ujung jurang,
Sebuah gubuk kecil dengan teras penuh mawar
diiringi lagu sendu bernada kematian
tergeletak sebongkah buku bersimpul fotomu
dalamnya penuh lirik-lirik bermakna namamu, kasih..
Baca Juga Teruntuk Yang Terkasih, Yang Jauh